Jumat, 05 September 2008

SHaF Wanita

Benarkah Shaf Yang Paling Utama Bagi Wanita Dalam Shalat Adalah Yang
Paling Belakang

APAKAH WANITA HARUS MELURUSKAN SHAFNYA DALAM SHALAT

Oleh
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan



Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Apakah shaf wanita dalam shalat harus diluruskan dan ditertibkan ? Apakah hukum shaf pertama sama dengan shaf-shaf lainnya, khususnya bila tempat shalat kaum wanita benar-benar terpisah dari tempat shalat kaum pria ?

Jawaban
Hukum-hukum yang ditetapkan dalam shaf-shaf wanita sama dengan hukum-hukum yang ditetapkan dalam shaf-shaf pria dalam hal meluruskan, menertibkan dan mengisi shaf yang kosong. Kemudian jika di antara kaum pria dan wanita tidak ada tabir, maka sebaik-baiknya shaf wanita adalah yang paling belakang, karena shaf yang paling belakang itu adalah yang paling jauh dari kaum pria, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits, akan tetapi jika diantara kaum pria dan kaum wanita terdapat tabir pemisah, maka sebaik-baik shaf wanita adalah yang paling depan, karena dengan adanya tabir berarti sesuatu keburukan yang dikhawatirkan terjadi antara pria dan wanita telah hilang, disamping itu, shaf yang terdepan lebih dekat kepada imam. Wallahu a'lam


BENARKAH SHAF YANG PALING UTAMA BAGI WANITA DALAM SHALAT ADALAH SHAF YANG PALING BELAKANG


Oleh
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan



Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Kaum wanita di bulan Ramadhan berlomba-lomba untuk mendapatkan shaf paling belakang dalam shalat berjamah di masjid, mereka enggan duduk di shaf pertama sehingga hal itu menyebabkan shaf-shaf pertama di tempat shalat kaum wanita menjadi kosong, dan sebaliknya shaf terakhir penuh membludak hingga menutupi jalan bagi kaum wanita yang ingin menuju ke shaf depan, hal ini mereka lakukan berdasarkan sunnah Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Sebaik-baiknya shaf wanita (dalam shalat) adalah shaf paling belakang"

Mohon penjelasan anda tentang hal ini.

Jawaban
Mengenai hal ini detailnya sebagai berikut : Jika kaum wanita itu shalat dengan adanya tabir pembatas antara mereka dengan kaum pria maka shaf yang terbaik adalah shaf yang terdepan karena hilangnya hal yang dikhawatirkan terjadi antara pria dan wanita. Dengan demikian sebaik-baik shaf wanita adalah shaf pertama sebagaimana shaf-shaf pada kaum pria, karena keberadaan tabir pembatas itu dapat menghilangkan kekhawatiran terjadinya fitnah. Hal ini berlaku jika ada tabir pembatas antara pria dan wanita. Dan bagi kaum wanita pun harus meluruskan, menertibkan dan mengisi shaf depan yang kosong, kemudian shaf berikutnya, sebagaimana ketetapan ini berlaku pada shaf kaum pria. Jadi, ketetapan-ketetapan ini berlaku bila ada tabir pemabatas.

[Kitab Al-Muntaqa min Fatawa Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, 3/56-57]


BILA TERDAPAT PEMBATAS (TABIR) ANTARA KAUM PRIA DAN KAUM WANITA


Oleh
Syaikh Abdullah bin Jibrin



Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin Jibrin ditanya : Jika terdapat pembatas (tabir) di suatu masjid yang memisahkan tempat shalat kaum pria dengan tempat shalat kaum wanita, apakah masih berlaku sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang berbunyi

"Artinya : Sebaik-baiknya shaf pria adalah shaf terdepan dan seburuk-buruknya adalah shaf yang terakhir, dan sebaik-baiknya shaf wanita adalah shaf yang terakhir, dan seburuk-buruknya adalah shaf terdepan"

Ataukah tidak berlaku lagi jika demikian keadaannya, sehingga sebaik-baik shaf wanita adalah yang terdepan ? Berilah kami jawaban, semoga Allah menunjuki anda.

Jawaban
Alasan bahwa sebaik-baiknya shaf wanita adalah shaf yang paling belakang ialah karena shaf yang paling belakang itu adalah shaf yang paling jauh dari kaum pria, semakin jauh seorang wanita dari kaum pria maka semakin terjaga dan terpelihara kehormatannya, dan semakin jauh dari kecenderungan terhadap kemaksiatan. Akan tetapi jika tempat shalat kaum wanita jauh dan terpisah dengan dinding atau pembatas sejenis lainnya, sehingga kaum wanita itu hanya mengandalkan pengeras suara dalam mengikuti imam, maka pendapat yang kuat dalam hal ini adalah, bahwa shaf yang pertama adalah yang lebih utama dari pada shaf yang dibelakangnya dan seterusnya, karena shaf terdepan ini lebih dekat kepada kiblat.

[Fatawa Ash-Shiyam, Syaikh Abdullah Al-Jibrin, hal. 94]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq, Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]

Tata Cara Mengatur Shaf

Sudah seharusnya bagi orang-orang yang melaksanakan shalat agar menyempurnakan shaf-shaf terdepan, sebagaimana diriwayatkan dari Jabir bin Samurah r.a berkata, suatu ketika Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam mendatangi kami seraya bersabda, "Bukankah kalian sedang berbaris sebagaimana malaikat berbaris ketika menghadap Rab-Nya? Kami bertanya, "Bagaimanakah berbarisnya malaikat ketika menghadap Rab-Nya?" Beliau bersabda, "Mereka menyempurnakan barisan yang pertama dan mereka merapatkannya." (H.R Muslim, Abu Dawud, Nasa'i dan Ibnu Majah)

Maka dengan demikian, seharusnya mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan shaf yang pertama, karena keuatamaannya yang agung, laliu menyempurnakan shaf berikutnya dan berikutnya.

Dan bagi orang yang akan melaksanakan shalat, manakala hendak menyempurnakan shaf yang pertama agar memperhatikan hadits Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud r.a, dia berkata, telah bersabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam, "Agar berdiri di belakangku orang yang berakal, baligh dan berilmu diantara kalian, kemudian berikutnya dan berikutnya, dan janganlah kalian berselisih yang dengannya hati-hati kalian akan bercerai berai, dan hati-hatilah oleh kalian dari sikap permusuhan dan pertengkaran," sebagaimana dikatakan juga oleh Ibnul Qayyim di dalam kitabnya 'Aunul Ma'buud, 2/372.

Dari hadits ini, jelaslah bagi kita bahwa yang berkewajiban berdiri di belakang imam adalah mereka yang berakal, baligh dan berilmu, kemudian yang lebih dekat dengan mereka, dan yang demikian dalam rangka menjaga terhadap kesalahan yang terkadang dilakukan oleh seorang Imam dan perkara yang datang tiba-tiba (tanpa disadari).

Dan adapun landasan yang dapat dijadikan dasar tentang tata cara mengatur shaf yang rapi adalah hadits Anas bin Malik r.a dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, "Tegakkanlah shaf-shaf kalian, sesungguhnya aku dapat melihat kalian dari balik punggungku.", dan ketika itu salah seorang dari kami menempelkan bahunya dengan bahu kawannya dan mata kakinya dengan mata kaki kawannya. (H.R al-Bukhari).



Dalam riwayat Abu Dawud dari an-Nu'man bin Basyiir, beliau berkata, "Ketika itu aku melihat seorang laki-laki menempelkan bahunya dengan bahu kawannya dan tututnya dengan lutut kawannya dan mata kakinya dengan mata kaki kawannya." (Hadits ini dishahihkan oleh al-Albani di dalam kitabnya Shahih at-Targhib wa at-Tarhib, no. 512)

Diriwayatkan dari Ibnu 'Umar r.a, dia berkata, telah bersabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam, "Tegakkanlah shaf-shaf kalian, sejajarkan antara bahu-bahu kalian, isilah celah yang longgar, lemah lembutlah terhadap saudara kalian, dan janganlah kalian biarkan celah bagi syetan. Barangsiapa telah menyambung shaf, niscaya Allah Subhaanahu wa Ta'ala akan menyambungnya (akan menambah kebaikan dan memasukkannya dalam rahmat-Nya, yaitu surga-Nya) dan barangsiapa telah memutuskan shaf, niscaya Allah Ta'ala akan memutuskannya (tambahan kebaikan)." (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah dan al-Hakim. Dan telah dishahihkan oleh al-Albaniy di dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib).

Maka dari hadits yang mulia ini, jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya shaf dikatakan sama (rapi) manakala memenuhi persyaratan sebagai berikut:

* Menegakkan shaf

o Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam,"Tegakkanlah shaf kalian" mengandung pengertian "Luruskan shaf kalian" dan jangan dalam keadaan bengkok sebagaimana seorang laki-laki berdiri agak ke depan atau agak ke belakang dari saudarnya."

* Antara pundak (bahu) sejajar

o Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sejajarkan antara pundak dengan pundak (perpaduan antara lengan atas dan bahu)('Aunul Ma'buud, 2/362),

Ibnul Qayyim berkata di dalam kitabnya, "yaitu meletakkan sebagian pundak berhadapan dengan pundak lainnya dengan cara setiap pundak salah seorang dari orang yang melakukan shalat sejajar dengan pundak yang lain dan tetap (dalam keadaan seperti itu) sehingga pundak, leher dan kaki dalam keadaan yang sama."('Aunul Ma'buud, 2/365)



* Celah yang longgar terisi

Yaitu dengan cara mengisi celah yang longgar yang ada dalam shaf, dan yang demikian dengan melekatkan kaki dengan kaki sebagaimana yang termaktub dalam hadits Anas bin Malik.

* Lemah lembut
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah memberikan pujian kepada orang yang memiliki sifat demikian, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a, dia berkata, bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sebaik-baik kalian adalah selembut-lembut kalian (dalam mensejajarkan) pundak-pundak dalam shalat." (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh al-Albani dalam kitabnya Shahih at-Targhib wa at-Tarhiib, no. 497)

Dan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam, telah mengaggap orang yang demikian adalah sebaik-baik kaum muslimin. Dan yang dimaksudkan dengan lemah lembut terhadap pundak sebagaimana dikatakan oleh al-Munawiy di dalam kitabnya adalah: "Janganlah pundaknya diratakan (tinggi rendah) dengan pundak saudaranya, dan janganlah melarang seseorang masuk untuk mengisi celah yang longgar dalam shaf karena sempitnya tempat." (Fiidhul Qadiir, 3/466)

* Melekatkan mata kaki dengan mata kaki

Dan hal ini dalam rangka menghindari sekecil mungkin timbulnya celah yang longgar dalam shaf, sebagaimana hadits riwayat an-Nu'man bin Basyiir.

Tidak ada komentar: